Suci Datang dg Cinta

buat yg ngrasa anak muda wajib jib isi!

 

Selasa, 18 November 2008

KISAH CINTA KATAK DAN ULAR

Nestapa Braha, mendesis tajam dan berkali-kali menjulurkan lidahnya. Entah apa artinya, yang jelas dengan sekejap ular-ular dengan berbagai corak dan berukuran lebih kecil dan lebih pendek darinya berkumpul mengelilinginya. Masing-masing telah menggulung tubuhnya dan sedikit menegakkan kepalanya ke atas. Mata nestapa berkeliling memandangi satu demi satu anak-cucunya lalu kembali mendesisi,

“Mana Anndora?”

Ular-ular lain saling menolehkan kepalanya dan bertanya satu sama lain tentang ketiadaan Anndora, cucu keturunan ke-7. Nestapa Braa yang memiliki sisik emas dan
paras yang cantik. Dia merupakan ular tercantik sepanjang abad ini.

“Jangan-jangan dia tersasar lagi? Kita kan baru sebulan menempati hutan yang enak ini.” Kata Cobula,ular cobra istri pertama Nestapa.
Demi keselamatan Anndora, kawanan ular yang dipimpin oleh Nestapa itu memutuskan untuk mengungsikan keturunannya ke hutan yang hanya berkomunitas katak dan belalang, yang merupakan santapan lezat bagi mereka. Setelah sebelumnya mereka tinggal di hutan merah dengan raja elang sebagai penguasanya. Dia sangat tergila-gila pada Anndora.

“Maaf ... maafkan saya kakek raja, ... saya ... saya” Anndora datang tiba-tiba seraya berkata dengan napas tersenggal-senggal dan mengibas-kibaskan ekornya.

“Kami semua mencemaskanmu, sayang.” Nestapa berjalan mendekati Anndora dan mengaitkan ekor cucu kesayangannya lalu menggandengnya menuju tempat rapat.

“Karena Anndora sudah kembali, kita mulai saja rapat ini. Saya ingin memberitahukan pada kalian bahwa musuh terbesar kita disini adalah kawanan katak yang sejak awal telah menempati hutan ini. Mereka adalah sumber makanan kita, disini tak ada elang, tak ada macan, yang ada hanyalah katak-katak yang dapat dengan mudah kita lahap. Ha ... ha ... ha ...” Semua memperhatikan perkataan raja mereka. Raja yang bijaksana meskipun memiliki 3 ular istri yaitu Cobula, Baipila dan Herpax. Ular-ular itu menari bahagia mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Nestapa. Mereka saling mengibaskan ekor dan menjulurkan lidahnya yang panjang-panjang.

“Tapi kalian tak boleh senang dulu.” Lanjut Nestapa, ular-ular lain tampak diam dan mendengarkannya bicara.

“Kita tak boleh anggap remeh katak-katak itu, karena walau bagaimanapun katak-katak sudah lama mendiami hutan ini dan pastinya mereka telah lebih mengetahui seluk-beluk hutan ini daripada kita. Jadi tidak menutup kemungkinan kita kalah dalam perang 2 hari lagi ...”

“Perang? Kok bisa? Tandas Anndora kaget.

“Iya sayang, 2 hari lagi kita akan berperang dengan kawanan katak itu. Frostang, si kepala katak yang memulai duluan. Untuk itu saya minta ular memangsa satu katak!”

“Siap Raja.” Tukas ular-ular bahagia. Hanya Anndora yang sejak tadi terlihat rancu.

“... Egypt, kau memangsa reqi, katak yang kakinya cacat.”
Egypt tersentak lalu menjulurkan lidahnya, tersenyum.

“Golombo, Pewe si anak katak bagianmu.”

“Mangsa enak!” golombo mendesis pelan.

“Jarva memakan Frostang si kepala katak, aku yakin mampu Jarva melihat sisikmu yang tajam.”

“Pasti raja!” jawab Frostang mantap.

“... dan terakhir kau Anndora, carilah Denny, katak hijau yang lihai sekali melompat dan sungguh menjengkelkan.”

“Apaaaaaaaa???” teriak Anndora, melepas gulungan tubuhnya dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.

“Kau keberatan sayang?” tukas Nestapa bingung.

“E ... e ... saya ... tidak ... tap ...”

“Oh, baiklah kalian boleh ke tempat masing-masing untuk mempersiapkan tugas besar. Ingat-ingat 2 hari lagi kita PERANG! Kita jadikan hutan ini milik kita!”

“SIAP !!!”


Pagi cerah, gumpalan awan putih melesat tinggi langit biru yang terbentang luas menyelubungi hijaunya kehidupan pohon-pohon menjulang tinggi seakan hendak menyentuh langit-langit awan. Daun-daun bergandengan tangan membuat sang surya menyusup diam-diam di antara celah yang terbuka untuk sedikit menerangi sang ular yang sedang menelungkup, menggulung tubuhnya dan melunglaikan kepalanya mengimbangi pikirannya yang berjalan mundur.
Anndora berjalan-jalan di tepi sungai dekat hutan itu menikmati pemandangan. Dia akan mencuci ekornya, menyelupkan ekor emasnya ke tepi sungai. Tiba-tiba ia merasa sesuatu merayapi sisik emasnya.

“Hai, ! siapa itu?” desisnya menggulungkan tubuhnya dan sosok katak hijau jantan yang sangat tampan, yang kini ada didepannya. Setelah cukup lama mereka saling tatap, mengagumi keindahan masing-masing, kodok hijau itu mengeluarkan suara pelan.

“Namaku Denny wahai ular cantik.”

Anndora tersipu malu lalu berkata,

“Aku Anndora, senang berkenalan denganmu.

“Menggoserkan ekornya ke arah Denny, dan Denny menginjak ekornya dengan melompatinya lalu menurunkan tubuhnya lagi.

“Anndora, nama yang indah, kau terlihat baik wahai ular, tidak seperti ular-ular lain yang selalu mengejarku jika mereka melihatku. Padahal kami kaum katak sangat ingin hidup damai bersama kalian.”

“Entahlah Denny, kaumku menginginkan untuk membinasakan kalian dan menguasai hutan ini, cuma numpang. Dan aku yakin kalian baik, Denny kau menjadi kawanku?”.

“Oh, Anndora makhluk mana yang tak mau berkawan denganmu. Dengan senang hati.” Menurunkan kepalanya lalu melompat riang ke atas kepala ular cantik itu.
Perlahan tapi pasti pertemuan katak dan ular itu sudah tak layak lagi disebut kawan-kawan. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hati masing-asing. Sejak saat itu Anndora sering berjalan-jalan ke tepi sungai untuk bercengkerama dengan katak manis yang dicintainya. Kisah cinta mereka sungguh terlarang, dimana masing-masing kaum mereka sering berseteru untuk saling menghancurkan satu sama lain tetapi kawanan ular yang ditakdirkan untuk memakan katak justru mencintai salah satu dari katak itu. Cinta memang tak kenal arah datangnya.


“Hai Anndora, ada apa gerangan kau melamun sayang?” celetuk Denny yang tiba-tiba datang dan seperti biasa melompot ke atas kepala Anndora.
Anndora tersentak dari lamunannya, “Oh kamu Denny”.

“Aku dengar kaummu dan kaumku esok akan berperang Betulkah itu?”

“Apa ???”

“Ya, dan itu sangat tidak memungkinkan bagiku karena aku sangat mencintaimu Denny,” isak tangis terdengar mengalahkan desian air sungai yang memecah batuan. “Aku harus menelan hidup-hidup jazad kekasihku? Aku tak mampu Denny. Aku mencintaimu.”

“Anndora, begitu juga aku, aku sangat mencintaimu. Mengapa ular tidak ditakdirkan untuk berkawan dengan katak dan mengapa katak harus ditakdirkan untuk dimangsa ular?.
Anndora mendekatkan kepalanya pada tubuh Denny dan menciumnya lembut. Tanpa mereka sadari Egypt, ular yang sangat iri pada Anndora karena dia sangat disayangi oleh kakek raja Nestapa telah mencuri dengar segala yang telah mereka bicarakan.



“Apa kau bilang? Cucu kesayanganku menjalin cinta dengan katak dekil itu? Jangan main-main Egypt!” lantang kakek raja Nestapa saking marahnya mendengar cerita egypt.

“Ampun kakek saja, tapi saya benar-benar melihat dan mendengar dengan mata, kepala dan telinga saya.”

“Perang tetap ada dan Anndora tetap memangsa Denny!” Egypt tersenyum puas.



Malam penuh bintang. Terlihat para ular sedang menyusun siasat diam-diam Anndora menyusup keluar persinggahannya menuju kawasan katak dan memberitahu segala rencana dari kaum ular.

“Kalian harus pergi dari sini, mereka sangat kuat, kalian pasti mati.” Anndora mendesis.

“Terima kasih Anndora tapi bagaimana kita pergi?” Frostang.

“Frostang, aku tahu jalannya ayo ikut aku, kalian akan kabur melalui lubang air di tepi sungai.”

“Baiklah, semua cepat berkemas!” seru Frostang.
Dan dengan sekejap kawanan katak telah bersiap dengan ransel masing-masing. Berjalan berurutan menuju tepi sungai.
Satu demi satu katak memasuki lubang saluran pipa yang mengantar mereka menuju sawah manusia yang asri. Mereka akan hidup tengan disana.
Frostang telah memasuki lubang itu dilanjutkan reqi yang digendong oleh Pewe karena kakinya cacat. Tinggal Denny seorang yang masih di luar lubang.

“Anndora, aku tak bisa berpisah denganmu.” Ujar Denny.

“Ini demi keselamatanmu Denny, pergilah!”

“Tapi ...”

“ANNDORA!!!” geram Nestapa yang datang tiba-tiba diikuti Egypt, Cobala, Barpala, dan Golombo. “Egypt tangkap kodok tengil itu!” Perintahnya dan Golombo masuk ke lubang itu dan susul mereka!”.
Anndora berjengkit lalu memasukkan batu besar ke lubang itu dengan menyepakkan ekornya, hingga ekornya berdarah. Golombo tidak dapat memasuki lubang itu lantaran terhalang oleh batu besar yang dilempar Anndora. Sementara Egypt telah berhasil menangkap Denny membelitnya dengan tubuhnya yang kuat. Denny terlihat tercengkeram.

“Lepaskan Denny Kakek!”

“Kau telah membuat santapan kami lenyak! Berdebah kau! Golombo seret dia!.
Golombo mengaitkan ekor merahnya pada kepala Anndora dan menyeretnya sampai persinggahan.
Bintang-bintang tlah meninggalkan gugusnya, digantikan oleh rona merah matahari yang muncul dari ufuk timur, tersenyum bangga akan ketinggian dirinya berkisar di lembayung langit. Langit yang begitu damai tak tergambarkan dalam percekcokan di bawahnya.

“Lihatlah, sang penentang takdir Anndora, ular tercantik sepanjang abad ini telah mencintai seekor kodok hida. Cuih!” kata Egypt.

“Cukup Egypt! Anndora, walau bagaimanapun juga harus menjalankan tugasmu. Makan Denny!” geram Nestapa.

“Tidaak ...!” tandas Anddora.

“Lakukan atau dia mati ditanganku!

“Tidak kakek, saya mohon lepaskan dia, ....” tangisnya merebak

“Golombo, bawa Denny kemari!”
Kini Denny sudah ada dihadapan Anndora siap untuk menjadi santapannya tapi tak sedetikpun Anndora memandang tubuh Denny yang lesu. Sampai akhirnya Denny melompat ke atas kepalanya dan membisikan sesuatu.

“Baiklah biar aku yang memakannya!” tukas Nestapa.

“Tidak kakek, baiklah aku akan memakannya.”
Dengan memejamkan mata Anndora membuka mulutnya lebar-lebar dan Denny melompat masuk ke dalamnya. Gelembung-gelembung air mata mulai membanjiri tubuh Anndora, perlahan ia menutup mulutnya dan menelan apa yang ada didalamnya. Pahit atau manis hampir tak tersisa. Yang terasa hanyalah resapan air mata.

“Sampai kapanpun aku akan mencintaimu, Aku akan hidup meskipun di dalam organmu. Karena di sanalah dapat ku resap cintamu dan kunikmati alunan kasih terdalamu.”

Tidak ada komentar: